Jumat, 31 Mei 2013

malaria dalam kehamilan

Diposting oleh Unknown di 21.57
Pendahuluan
          Malaria adalah penyakit protozoa  yang disebarkan melalui gigitan nyamuk Anopheles.  Protozoa penyebab malaria adalah genus plasmodium yang dapat menginfeksi manusia maupun serangga.  Diduga penyakit ini berasal dari Afrika dan menyebar mengikuti  gerakan  migrasi manusia melalui pantai Mediterania, India dan Asia Tenggara.  Nama malaria mulai dikenal sejak zaman kekaisaran Romawi, dan berasal dari kata Italia malaria atau “udara kotor” dan disebut juga demam Romawi.1
          Saat ini diperkirakan minimal terjadi 300 juta kasus malaria akut di dunia setiap tahunnya yang menyebabkan lebih dari l juta kematian.  Sekitar 90% dari penyakit ini terjadi di Afrika, terutama menyerang anak-anak balita.  Malaria adalah penyebab kematian utama anak balita di Afrika (20%) dan sekitar 10% dari kematian akibat seluruh penyakit di benua tersebut. 1
          Malaria dalam kehamilan merupakan masalah obstetrik, sosial dan medis yang membutuhkan penanganan multidisipliner dan multidimensional.  Wanita hamil merupakan kelompok usia dewasa yang paling tinggi berisiko terkena penyakit ini dan diperkirakan 80% kematian akibat malaria di Afrika terjadi pada ibu hamil dan anak balita.1,2  Di Afrika kematian perinatal akibat malaria diperkirakan terjadi sebanyak 1500 kasus/hari.  Di daerah-daerah endemik malaria, 20-40% bayi yang dilahirkan mengalami berat lahir rendah. 1,2   
Di Indonesia, sejumlah daerah-daerah tertentu, yaitu daerah rawa dan pantai juga merupakan daerah endemis malaria.  Oleh karena itu malaria juga merupakan masalah kesehatan di Indonesia.  Sehubungan dengan kejadian malaria dalam kehamilan, kita sebagai ahli obstetrik harus memahami diagnostik dan penanganan malaria pada ibu hamil untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan janinnya.  Makalah ini akan membahas malaria dalam kehamilan, dan upaya penanganan maupun pencegahannyal

Interaksi antara Malaria dengan  Kehamilan
          Malaria dan kehamilan adalah dua kondisi yang saling mempengaruhi.  Perubahan fisiologis dalam kehamilan kehamilan dan perubahan patologis akibat malaria mempunyai efek sinergis terhadap kondisi masing-masing, sehingga semakin menambah masalah baik bagi ibu hamil, janinnya maupun dokter yang menanganinya.  P. falciparum dapat menyebabkan keadaan yang memburuk dan dramatis untuk ibu hamil.  Primigravida umumnya paling mudah terpengaruh oleh malaria, berupa anemia, demam, hipoglikemia, malaria serebral, edema pulmonar, sepsis puerperalis dan kematian akibat malaria berat dan hemoragis.2    Masalah pada bayi baru lahir adalah berat lahir rendah, prematuritas, pertumbuhan janin terhambat , infeksi malaria dan kematian.2 

Tabel l.  Malaria dalam Kehamilan: Masalah yang berlipat ganda

Lebih sering terjadi
Malaria lebih sering terjadi dalam kehamilan daripada populasi umum.  Penyebabnya kemungkinan karena adanya imunosupresi dan hilangnya acquired immun selama kehamilan
Gejala lebih Atipik
Dalam kehamilan, malaria cenderung menampakkan gejala atipik yang mungkin disebabkan adanya perubahan hormonal, imunologis dan hematologis selama kehamilan.
Lebih Berat
Disebabkan perubahan hormonal dan imunologis koloni parasit cenderung membesar 10 kali lilpat sehingga semua komplikasi P.falciparum lebih sering terjadi selama kehamilan.
Lebih Fatal
P.falciparum malaria dalam kehamilan cenderung lebih berat, dengan tingkat infeksius l3% lebih tinggi daripada saat tidak hamil
Terapi harus selektif
Sejumlah anti malaria merupakan kontra indikasi diberikan saat hamil dan seringkali menimbulkan efek samping yang berat.  Oleh karena itu terapinya sering sulit, terutama infeksi malaria berat yang disebabkan P. falciparum.
Masalah lain
Penanganan komplikasi malaria sering sulit karena pengaruh perubahan fisiologis selama kehamilan.  Harus dilakukan pengawasan ketat terhadap pemberian cairan, kontrol suhu dll.  Keputusan untuk terminasi kehamilan juga sering dipersulit oleh risiko kematian janin, pertumbuhan janin terhambat dan ancaman persalinan prematur.
Sumber: (2)

Patofisiologi
          Patofisiologi malaria dalam kehamilan sangat dipengaruhi oleh perubahan sistem imunologis oleh adanya organ baru yaitu plasenta.  Terjadi penurunan sistem imunitas didapat yang dramatis selama kehamilan, terutama pada nulipara.  (Efek imunitas antimalaria ditransfer kepada janin) 
Terdapat sejumlah hipotesa  yang menjelaskan patofisiologi malaria dalam kehamilan, yaitu:
Hipotesis –l:
          Hilangnya kekebalan antimalaria secara konsisten berhubungan dengan terjadinya imunosupresi selama kehamilan misalnya:  penurunan respon limfoproliferatif,  peningkatan level kortisol serum.  Hal ini dikondisikan untuk mencegah penolakan terhadap janin.  Akan tetapi, kejadian ini tidak menurunkan reaksi imunologis pada ibu multigravida yang pernah menderita malaria.

Hipotesis -2:
          Apakah yang hilang adalah cell mediated immunity saja, atau transfer antibodi mediated immunity secara pasif juga terganggu sehingga ibu hamil mudah terkena malaria?

Hipotesis -3: plasenta adalah organ yang baru bagi seorang primigravida sehingga memungkinan adanya imunitas host yang langsung menerobos atau adanya zat tertentu pada plasenta yang memudahkan P. falciparum untuk memperbanyak diri. 

Peran plasenta, suatu organ baru saat hamil:
          P. falciparum mempunyai kemampuan unik untuk melakukan  cytoadhesion dan adhesion molecules spesifik terhadap CD 36 dan intercellular adhesion molecul-l yang mungkin terlibat dalam proses infeksi malaria yang berat pada anak dan wanita dewasa yang tidak hamil. Chondroitin sulfat A dan asam…… diketahui merupakan molekul perekat untuk membantu melekatnya parasit ke sel. 

Gejala klinik
Selama kehamilan lebih dari setengah kasus malaria bermanifestasi atipik/tidak khas,
Demam :
Pasien dapat mengeluhkan bermacam-macam pola demam, mulai dari afebris, demam tidak terlalu tinggi yang terus menerus hingga hiperpireksia.  Pada trimester kedua kehamilan gambaran atipik lebih sering terjadi karena proses imunosupresi.

Anemia :
Di negara berkembang, yang merupakan endemis malaria, anemia merupakan gejala yang sering ditemukan selama kehammilan.  Penyebab utama anemia  adalah malnutrisi dan kecacingan.  Dalam kondisi seperti ini, malaria akan menambah berat anemia.  Malaria bisa bermanifestasi sebagai anemia, sehingga semua kasus anemia harus diperiksa kemungkinan malaria.  Anemia merupakan gambaran klinik yang sering ditemukan pada pasien multigravida dengan imunitas parsial yang hidup di daerah hiperendemis.

Splenomegali   :
Pembesaran limpa bisa terjadi , dan menghilang pada trimester dua kehamilan.  Bahkan splenomegali yang menetap sebelum hamil bisa mengecil selama kehamilan.

Komplikasi:
Komplikasi cenderung lebih sering dan lebih berat selama kehamilan.  Komplikasi yang sering timbul dalam kehamilan adalah edema paru, hipoglikemia dan anemia.  Komplikasi yang lebih jarang adalah kejang, penurunan kesadaran, koma, muntaber dan lain-lain.

Komplikasi malaria dalam kehamilan
Anemia:
          Malaria dapat menyebabkan atau memperburuk anemia.  Hal ini disebabkan:
  1. Hemolisis eritrosit yang diserang parasit
  2. Peningkatan kebutuhan Fe selama hamil
  3. Hemolisis berat dapat menyebabkan defisiensi asam folat.
Anemia yang disebabkan oleh malaria lebih sering dan lebih berat antara usia kehamilan 16-29 minggu.  Adanya defisiensi asam folat sebelumnya dapat memperberat anemia ini.
Anemia meningkatkan kematian perinatal dan morbiditas serta mortalitas maternal.  Kelainan ini meningkatkan risiko edema paru dan perdarahan pasca salin.
Anemia yang signifikan (Hb <7-8gr%) harus ditangani dengan transfusi darah.  Sebaiknya diberikan packed red cells daripada whole blood untuk mengurangi tambahan volume intravaskuler.  Transfusi yang terlalu cepat, khususnya whole blood dapat menyebabkan edema paru.

Edema paru akut
          Edema paru akut adalah komplikasi malaria yang lebih sering terjadi pada wanita hamil daripada wanita tidak hamil.  Keadaan ini bisa ditemukan saat pasien datang atau baru terjadi setelah beberapa hari dalam perawatan.    Kejadiannya lebih sering pada trimester 2 dan 3.
          Edema paru akut bertambah berat karena adanya anemia sebelumnya dan adanya perubahan hemodinamik dalam kehamilan.  Kelainan ini sangat meningkatkan risiko mortalitas.

Hipoglikemia
          Keadaan ini juga anehnya merupakan komplikasi yang cukup sering terjadi dalam kehamilan.  Faktor-faktor yang mendukung terjadinya hipoglikemia adalah  sebagai berikut:
  1. Meningkatnya kebutuhan glukosa karena keadaan hiperkatabolik dan infeksi parasit
  2. Sebagai respon terhadap starvasi/kelaparan
  3. Peningkatkan respon pulau-pulau pankreas terhadap stimulus sekresi (misalnya guinine) menyebabkan terjadinya hiperinsulinemia dan hipoglikemia.
Hipoglikemia pada pasien-pasien malaria tersebut dapat tetap asimtomatik dan dapat luput terdeteksi karena gejala-gejala hipoglikemia juga menyerupai gejala infeksi malaria, yaitu: takikardia, berkeringat, menggigil dll.  Akan tetapi sebagian pasien dapat menunjukkan tingkah laku yang abnormal, kejang, penurunan kesadaran, pingsan dan lain-lain yang hampir menyerupai gejala malaria serebral.  Oleh karena itu semua wanita hamil yang terinfeksi malaria falciparum, khususnya yang mendapat terapi quinine harus dimonitor kadar gula darahnya setiap 4-6 jam sekali.  Hipoglikemia juga bisa rekuren sehingga monitor kadar gula darah harus konstan dilakukan.
          Kadang-kadang hipoglikemia dapat berhubungan dengan  laktat asidosis dan pada keadaan seperti ini risiko mortalitas  akan sangat meningkat.  Hipoglikemia maternal juga dapat menyebabkan gawat janin tanpa ada tanda-tanda yang spesifik.

Imunosupresi
          Imunosupresi dalam kehamilan menyebabkan infeksi malaria yang terjadi menjadi lebih sering dan lebih berat.  Lebih buruk lagi, infeksi malaria sendiri dapat menekan respon imun. 
          Perubahan hormonal selama kehamilan menurunkan sintesis imunoglobulin,
Penurunan fungsi sistem retikuloendotelial adalah penyebab imunosupresi dalam kehamilan.  Hal ini menyebabkan hilangnya imunitas didapat terhadap malaria  sehingga ibu hamil lebih rentan terinfeksi malaria.  Infeksi malaria yang diderita lebih berat dengan parasitemia yang tinggi.  Pasien juga lebih sering mengalami demam paroksismal dan relaps. 
          Infeksi sekunder (Infeksi saluran kencing dan pneumonia) dan pneumonia algid (syok septikemia) juga lebih sering terjadi dalam kehamilan karena imunosupresi ini.

Risiko Terhadap Janin
          Malaria dalam kehamilan adalah masalah bagi janin.  Tingginya demam, insufisiensi plasenta, hipoglikemia, anemia dan komplikasi-komplikasi lain dapat menimbulkan efek buruk terhadap janin.  Baik malaria P. vivax dan P. falciparum dapat menimbulkan masalah bagi janin, akan tetapi jenis infeksi P. falciparum lebih serius.(Dilaporkan insidensinya mortalitasnya  l5,7% vs 33%)   Akibatnya dapat terjadi abortus spontan, persalinan prematur, kematian janin dalam rahim, insufisiensi plasenta, gangguan pertumbuhan janin (kronik/temporer), berat badan lahir rendah dan gawat janin.  Selain itu penyebaran infeksi secara transplasental ke janin dapat menyebabkan malaria kongenital.

Malaria kongenital
          Malaria kongenital sangat jarang terjadi, diperkirakan timbul pada <5% kehamilan.  Barier plasenta dan antibodi Ig G maternal yang menembus plasenta dapat melindungi janin dari keadaan ini.  Akan tetapi pada populasi non imun dapat terjadi malaria kongenital, khususnya pada keadaan epidemi malaria.  Kadar quinine plasma janin dan klorokuin sekitar l/3 dari kadarnya dalam plasma ibu sehingga kadar subterapeutik ini tidak dapat menyembuhkan infeksi pada janin.  Keempat spesies plasmodium dapat menyebabkan malaria kongenital, tetapi yang lebih sering adalah P. malariae.  Neonatus dapat menunjukan adanya demam, iritabilitas, masalah minum, hepatosplenomegali, anemia, ikterus dll.  Diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan apus darah tebal dari darah umbilikus atau tusukan di tumit, kapan saja dalam satu minggu pascanatal.  Diferensial diagnosisnya adalah inkompatibilitas Rh, infeksi CMV, Herpes, Rubella, Toksoplasmosis dan sifilis.

Pregnancy malaria dan intensitas transmisinya
          Manifestasi klinik malaria dalam kehamilan berbeda antara daerah dengan transmisi rendah dengan transmisi tinggi  karena berbedanya tingkat imunitas.  Pada daerah endemik, imunitas yang didapat tinggi sehingga mortalitas jarang terjadi, sering asimtomatik dan juga jarang terjadi parasitemia.  Sekuestrasi plasmodium di plasenta dan terjadi plasenta malaria, sedangkan hasil pemeriksaan plasmodium di darah tepi seringkali negatif.  Parasitemia yang berat terjadi terutama pada trimester 2 dan 3, anemia dan gangguan integritas plasenta meyebabkan berkurangnya hantaran nutrisi ke janin sehingga menyebabkan berat lahir rendah, abortus, kematian janin dalam rahim, persalinan prematur dan semakin meningkatnya morbiditas dan mortalitas pada janin.  Masalah ini lebih sering terjadi pada kehamilan pertama dan kedua karena kadar parasitemia akan menurun pada kehamilan2 berikutnya.  Strategi penanganan malaria pada ibu hamil di area dengan transmisi tinggi adalah terapi intermiten dan pemakaian kelambu berinsektisida.
          Di daerah dengan transmisi rendah, masalahnya sangat berbeda.  Risiko malaria dalam kehamilan lebih tinggi dan dapat menyebabkan kematian maternal serta  abortus spontan pada >60% kasus.  Berat lahir rendah dapat terjadi walaupun telah diterapi; namun malaria yang asimtomatik jarang terjadi.  Strategi penanganannya adalah pencegahan dengan kemoprofilaksis, deteksi dini dan pengobatan yang adekuat.

Penatalaksanaan Malaria dalam Kehamilan
          Ada 3 aspek yang sama pentingnya untuk menangani malaria dalam kehamilan, yaitu:
  1. Pengobatan malaria
  2. Penanganan komplikasi
  3. Penanganan proses persalinan

Terapi Malaria
Terapi malaria dalam kehamilan harus energetik, antisipatif dan seksama(careful)
Energetik: Tidak membuang-buang waktu, lebih baik memperlakukan semua kasus sebagai kasus malaria falciparum, dan memeriksa tingkat keparahan penyakit dengan melihat keadaan umum, pucat, ikterus, tekanan darah, suhu, hemoglobin, hitung parasit, SGPT, bilirubin dan kreatinin serum serta glukosa darah.

Antisipatif: malaria dalam kehamilan dapat tiba-tiba memburuk dan  menunjukkan komplikasi yang dramatik.  Oleh karena itu harus dilakukan monitoring ketat serta me nilai kemungkinan timbulnya komplikasi pada setiap pemeriksaan/visite rutin.

Seksama: Perubahan fisiologis dalam kehamiklan menimbulkan masalah yang khusus dalam penanganan malaria.  Selain itu, sejumlah obat anti malaria merupakan kontraindikasi untuk kehamilan atau dapat menimbulkan efek samping yang berat.  Semua faktor tersebut harus selalu dipertimbangkan saat memberikan terapi pada pasien-pasien malaria dengan kehamilan.
  • Pilih obat yang sesuai dengan tingkat keparahan penyakit  dan pola sensitivitas di daerah tersebut (terapi empiris)
  • Hindari obat yang menjadi kontra indikasi
  • Hindari kelebihan/kekurangan dosis obat
  • Hindari pemberian cairan yang berlebihan/kurang.
  • Pertahankan  asupan kalori yang adekuat.


Antimalaria dalam kehamilan
Semua trimester         : quinine: Artesunate/artemether/arteether
Trimester dua            : mefloquine; pyrimethamine/sulfadoxine
Trimester tiga            : sama dengan trimester 2
Kontraindikasi            : primaquine; tetracycline; doxycycline; halofantrine

Penanganan Komplikasi Malaria
Odem paru akut:
pemberian cairan yang dimonitor dengan ketat; tidur dengan posisi setengah duduk, pemberian oksigen, diuretik dan pemasangan ventilator bila diperlukan.
Hipoglikemia:
Dekstrosa 25-50%, 50-100 cc i.v., dilanjutkan infus dekstrosa 10%.  Bila sebabnya adalah kelebihan cairan, dapat diberikan glukagon 0,5-l mg  intramuskuler.  Glukosa darah harus dimonitor setiap 4-6 jam untuk mencegah rekurensi hipoglikemia.
Anemia:
Harus di berikan transfusi bila kadar hemoglobin <5 g%.
Gagal Ginjal:
Gagal ginjal dapat terjadi pre prenal karena dehidrasi yang tidak terdeteksi atau renal karena parasitemia berat.  Penanganannya meliputi pemberian cairan yang seksama, diuretik dan dialisa bila diperlukan.
Syok septikemia:
Infeksi bakterial sekunder seperti infeksi saluran kemih, pneumonia dll, sering menyertai kehamilan dengan malaria.  Sebagian dari pasien-pasien tersebut dapat mengalami syok septikemia, yang disebut ’algid malaria’.  Penanganannya adalah dengan pemberian cephalosporin generasi ketiga, pemberian cairan, monitoring tanda-tanda vital dan intake-output.
Transfusi ganti:
Transfusi ganti diindikasikan pada kasus malaria falciparum berat untuk menurunkan jumlah parasit.  Darah pasien dikeluarkan dan diganti dengan packed sel.  Tindakan ini terutama bermanfaat pada kasus parasitemia yang sangat berat (membantu membersihkan) dan impending odema paru (membantu menurunkan jumlah cairan).
Penanganan saat persalinan
          Anemia, hipoglikemia, edema paru dan infeksi sekunder akibat malaria pada kehamilan aterm dapat menimbulkan masalah baik bagi ibu maupun janin.  Malaria falciparum berat  pada kehamilan aterm menimbulkan risiko mortalitas yang tinggi.  Distres maternal dan fetal dapat terjadi tanpa terdeteksi.  Oleh karena itu perlu dilakukan monitoring yang baik, bahkan untuk wanita hamil dengan malaria beat sebaiknya dirawat di unit perawatan intensif.
          Malaria falciparum merangsang kontraksi uterus yang menyebabkan persalinan prematur.  Frekuensi dan intensitas kontraksi tampaknya berhubungan dengan tingginya demam.  Gawat janin sering terjadi dan seringkali tidak terdeteksi.  Oleh karena itu perlu dilakukan monitoring terhadap kontraksi uterus dan denyut jantung janin untuk menilai adanya  ancaman persalinan prematur dan takikardia, serta bradikardia atau deselerasi lambat pada janin yang berhubungan dengan kontraksi uterus karena hal ini menunjukkan adanya gawat janin.  Harus diupayakan segala cara untuk menurunkan suhu tubuh dengancepat, baik dengan kompres dingin, pemberian antipiretika seperti parasetamol dll.
          Pemberian cairan denan seksama juga merjupakan hal penting.  Hal ini disebabkan baik dehidrasi maupun overhidrasi harus dicegah karena kedua keadaan tadi dapat membahayakan baik bagi ibu maupun janin.  Pada kasus parasitemia berat, harus dipertimbangkan tindakan transfusi ganti.
          Bila diperlukan, dapat dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan.  Kala II harus dipercepat dengan persalinan buatan bila terdapat indikasi pada ibu atau janin.  Seksio sesarea ditentukan berdasarkan indikasi obstetrik.

Penanganan malaria vivax dalam kehamilan
          Penggunaan primaquine dalam kehamilan merupakan kontraindikasi.  Pemberian primaquine dalam masa laktasi juga  merupakan kontraindikasi.  Oleh karena itu untuk mencegah reaktivasi malaria vivax dari reaktivasi hipnozoit di hepar, harus diberikan kemoprofilaksis dengan memakai klorokuin.  Diberikan klorokuin 500 mg per minggu hingga masa laktasi selesai.  Selanjutnya dapat diberikan dosis terapeutik klorokuin  dan primaquine. 

Kemoprofilaksis dalam kehamilan
          Malaria dapat menimbulkan masalah yang fatal bagi ibu hamil  dan janinnya, oleh karena itu setiap ibu hamil yang tinggal di daerah  endemis malaria selama masa kehamilannya harus dilindungi dengan kemoprofilaksis terhadap malaria.  Hal ini merupakan bagian penting dari perawatan antenatal di daerah yang tinggi penyebaran malarianya.
          Pilihan antimalaria untuk kemoprofilaksis dalam kehamilan  adalah klorokuin karena obat ini paling aman untuk dipergunakan selama hamil.  Klorokuin 500 mg harus diberikan satu kali setiap minggu.  Namun, pemberian klorokuin saat ini dibatasi karena risiko timbulnya resistensi obat.  Di daerah yang diketahui telah resisten terhadap klorokuin dapat diergunakan pirimetamin/sulfadoksin atau meflokuin.  Akan tetapi obat-obat alternatif tersebut baru dapat diberikan pada trimester kedua.  Dosis meflokuin mungkin perlu ditingkatkan pada trimester ketiga karena peningkatan klirens obat pada saat ini.


Daftar Pustaka
          Dr.B.S Kakkilaya’s Web site: Pregnancy and Malaria. P. 1-17.


0 komentar:

Posting Komentar

 

all about midwifery Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos