Definisi Klasifikasi Pada Kelainan
Dalam Lamanya Kehamilan
Seperti telah diterangkan, lamanya kehamilan yang
normal 280 hari atau 40 minggu dihitung dari hari pertama haid yang terakhir.
Kadang-kadang kehamilan berakhir sebelum waktunya dan ada kalanya melebihi
waktu yang normal. Berakhirnya kehamilan menurut lamanya kehamilan berlangsung
dapat dibagi sebagai berikut :
Lamanya Kehamilan
|
Berat anak
|
istilah
|
< 22 minggu
|
<500 g
|
Abortus
|
22-28 minggu
|
500g-1000g
|
Partus immaturus
|
28-37 minggu
|
1000g-2500g
|
Partus praematurus
|
37-42 minggu
|
>2500-4500g
|
Partus aterm (maturus)
|
>42 minggu
|
>4500g
|
Partus serotinus
|
1. Abortus
v Definisi dan Etiologi Abortus
Abortus adalah
berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau sebelum
kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk
hidup di luar kandungan. Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup di luar kandungan1.
Abortus adalah ancaman atau
pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau
berat janin kurang dari 500 gram.6
Etiologi atau penyebab abortus
(early pregnancy loss) bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya
lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak diantaranya adalah sebagai
berikut.
a. Faktor genetik (berupa
mendelian, multifaktor, robertsonian, resiprokal) ; Sebagian besar abortus
spontan disebabkan oleh kelainan kariotip embrio. Paling sedikit 50% kejadian
abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik. Bagaimanapun,
gambaran ini belum termasuk kelainan yang disebabkan oleh gangguan gen tunggal
(misalnya mendelian) atau mutasi pada beberapa lokus (misalnya gangguan
pligenik atau multifaktor) yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan kariotip.
Kejadian tertinggi kelainan sitogenik konsepsi terjadi pada wal kehamilan.
Kelainan sitogenik embrio biasanya berupa aneuploidi yang disebabkan oleh
kejadian sporadis, misalnya nondisjunction meiosis atau
poliploidi dari fertilitas abnormal. Separuh dari kejadian abortus karena
kejadian sitogenik pada trimester pertama berupa trisomi autosom. Abortus
berulang bisa disebabkan oleh penyatuan dari 2 kromosom yang abnormal, dimana
bila kelainannya hanya pada salah satu orang tua, faktor tersebut tidak
diturunkan. Studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa bila didapatkan
kelainan kariotip pada kejadian abortus, maka kehamilan berikutnya juga
berisiko abortus.
b. Faktor Kelainan
kongenital uterus : seperti anomali duktus Mulleri, septum uterus, uterus
bikornis, inkompetensi serviks uterus, mioma uteri, sindroma Asherman. Defek
anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik, seperti
abortus berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin. Insiden kelainan
bentuk uterus berkisar 1/200 – 1/ 600 perempuan. Pada perempuan dengan riwayat
abortus, ditemukan anomali uterus pada 27% pasien. Studi oleh Acien (1996)
terhadap 170 pasien hamil dengan malformasi uterus, mendapatkan hasil hanya
18,8% yang bisa bertahan sampai melahirkan cukup bulan, sedangkan 36,5%
mengalami persalinan abnormal (prematur, sungsang). Penyebab terbanyak abortus
karena kelainan anatomik uterus adalah septum uterus (40-80%), kemudian uterus
bikornis atau uterus didelfis atau unikornis (10-30%). Mioma uteri bisa
menyebabkan baik infertilitas maupun abortus berulang. Risiko kejadiannya
antara 10-30% pada perempuan usia reproduksi. Sebagian besar mioma tidak
memberikan gejala, hanya yang berukuran besar atau yang memasuki kavum uteri
(submukosa) yang akan menimbulkan gangguan. Sindroma Asherman bisa menyebabkan
gangguan tempat implantasi serta pasokan darah pada permukaan endometrium. Resiko
abortus antara 25-80%, bergantung pada berat ringannya gangguan. Untuk
mendiagnosis kelainan ini bisa digunakan histerosalpingografi (HSG) dan
ultrasonografi.
c. Penyebab Autoimun : Terdapat
hubungan yang nyata tentang abortus berulang dan penyakit autoimun. Misalnya
pada Systematic Lupus Erythematosus(SLE) dan Antiphospholipid
Antibodies (aPA). aPA merupakan antibodi spesifik yang didapati pada
perempuan dengan SLE. Kejadian abortus spontan diantara pasien SLE sekitar 10%,
dibending populasi umum. Bila digabung dengan peluang terjadinya pengakhiran
kehamilan trimester 2 & 3, maka diperkirakan 75% pasien dengan SLE akan
berakhir dengan terhentinya kehamilan. Sebagian besar kematian janin
dihubungkan dengan adanya aPA. aPA merupakan antibodi yang akan berikatan
dengan sisi negatif dan fosfolipid. Paling sedikit ada 3 bentuk aPA yang
diketahui mempunyai arti klinis yang penting, yaituLupus Anticoagulant (LAC), anticardiolipin
antibodies (aCLs) , dan biologically
false-positiveuntuk syphilis (FP-STS). APS (antiphospholipid
syndrome) sering juga ditemukan pada beberapa keadaan obstetrik,
misalnya pada preeklampsi, IUGR dan prematuritas. Beberapa keadaan lain yang
berhubungan dengan APS yaitu trombosis arteri-vena, trombositopeni autoimun,
anemia hemolitik, korea dan hipertensi pulmonum. The International
Consensus Workshop pada 1998 mengajukan klasifikasi kriteria untuk
APS, yaitu meliputi trombosis vaskular, komplikasi kehamilan, kriteria
laboratorium, antibodi fosfolipid/ antikoagulan.
d. Penyebab infeksi : Teori peran
mikroba infeksi terhdap kejadian abortus mulai di duga sejak 1917, ketika
DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus berulang pada
perempuan yang ternyata terpapar brucellosis. Beberapa jenis
organisme tertentu diduga berdampak pada kejadian abortus antara lain Bakteri
(Listeria monositogenes, Klamidia trakomatis, Ureaplasma urealitikum,
Mikoplasma hominis, Bakterial vaginosis), virus (sitomegalovirus, rubela,
Herpes simpleks virus “HSV”,Human Immunodeficiency Virus “HIV”,
parvovirus), parasit (toksoplasmosis gondii, Plasmodium falsifarum), dan
spirokaeta (treponema pallidum). Berbagai teori diajukan untuk
mencoba menerangkan peran infeksi terhadap risiko abortus/EPL, diantaranya
yaitu adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang
berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta, infeksi janin yang bisa
berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin sulit bertahan hidup,
infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut
kematian janin, infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia
bawah (misal Mikoplasma hominis, Klamidia, Ureaplasma
urealitikum, HSV) yang bisa mengganggu proses implantasi, amnionitis
(oleh kuman gram-positif dan gram-negatif, Listeria monositogenes), memacu
perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh karena virus selama
kehamilan awal (misalnya rubela, parvovirus B19, sitomegalovirus, koksakie
virus B, varisela zoster, kronik sitomrgalovirus CMV, HSV)
e. Faktor Lingkungan : diperkirakan
1-10% malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia, atau radiasi dan
umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap buangan gas anestesi
dan tembakau. Sigaret rokok diketahui mengandung ratusan unsur toksik, antara
lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat
sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu
dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada sistem
sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat
terjadinya abortus.
f. Faktor hormonal : Ovulasi,
implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi yang baik sistem
pengatur hormon maternal. Oleh karena itu, perlu perhatian langsung terhadap
sistem hormon secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormon setelah
konsepsi terutama kadar progesteron.
g. Faktor Hematologik : Beberapa kasus
abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan adanya mikrotrombi pada
pembuluh darah plasenta. Berbagai komponen koagulasi dan fibrinolitik memegang
peran penting pada implantasi embrio, invasi trofoblas, dan plasentasi. Pada
kehamilan terjadi keadaan hiperkoagulasi dikarenakan peningkatan kadar faktor
prokoagulan, penurunan faktor antikoagulan, penurunan aktivitas fibrinolitik.
v Macam-macam Abortus
Abortus dapat dibagi sebagai berikut:
Abortus spontan : Terjadi
dengan sendirinya, keguguran yang merupakan ± 20% dari semua abortus.
Penyebabnya adalah pada ibu hamil muda, abortus selalu didahului oleh kematian
janin. Kemudian kematian janin ini dapat disebabkan oleh kelainan
telur (kelainan
kromosomberupa trisomi atau polyploidi) dan penyakit ibu
(infeksi akut, kelainan endokrin, trauma, kelainan alat kandungan).Kelainan
telur menyebabkan kelainan pertumbuhan yang sedemikian rupa hingga janin tidak
mungkin hidup terus, misalnya karena faktor endogen seperti kelainan kromosom
(trisomi dan polyploidi). Kelainan pertumbuhan selain oleh kelainan
benih dapat juga disebabkan oleh kelainan lingkungan atau faktor exogen (virus,
radiasi, dan zat kimia).
Aborsi Provocatus : terjadi
dengan sengaja, digugurkan 80% dari semua abortus. Abortus provocatus ada
2 yaitu abortus provocatus artificialis atau abortus therapeuticus. Abortus
provocatus artificialis adalah penguguran kehamilan, biasanya dengan
alat-lat dengan alasan bahwa kehamilan membahayakan membawa kematian bagi ibu.
Misalnya seorang ibu memilki penyakit berat. Sedangkan abortus therapeuticus
pada kehamilan dibawah 12 minggu dapat dilakukan dengan pemberian
prostaglandin atau curettage dengan vakum (penyedotan) dengan sendok
curet. Pada kehamilan yang tua diatas 12 minggu dilakukan hysteromi,
dengan cara disuntikkan garam hypertonis 20% atau prostaglandin
intra-amnial. Indikasi untuk abortus therapeuticus misalnya: penyakit
jantung (rheuma), hipertensi essentialis, carcinoma dari serviks.Dalam
menghadapi abortus artificialis, pertimbangan terhadap intervensi abortus
dilakukan oleh minimal 3 dokter spesialis yaitu spesialis Kebidanan dan
Kandungan, spesialis Penyakit Dalam, dan Spesialis Jiwa. Bila perlu ditambah
dengan tokoh agama terkait, setelah dilakukan terminasi kehamilan, harus
diperhatikan agar ibu dan suaminya tidak mengalami trauma psikis di kemudian
hari. Sedangkanabortus provocatus criminalis adalah penguguran
kehamilan tanpa alasan medis yang syah dan dilarang oleh hokum.
Abortus imminens adalah terjadi
perdarahan bercak yang menunjukkan ancaman terhadap kelangsungan suatu
kehamilan. Dalam kondisi ini, kehamilan masih mungkin berlanjut dan
dipertahankan2 . Abortus imminens adalah abortus ini baru
mengancam dan masih ada harapan untuk mempertahankannya.3 Abortus
Imminens (keguguran mengancam) yang artinya abortus ini baru
mengancam dan masih ada harapan untuk mempertahkan.
Jika seorang ibu yang hamil muda mungkin juga disebabkan oleh hal-hal lain dari abortus misalnya plasenta sign (gejala plasenta) yaitu perdarahan dari pembuluh-pembuluh darah disekitar plasenta. Gejala ini selalu terdapat pada kera marcus rhesus yang hamil, atau juga bisa disebabkan oleh erosio portionis juga mudah berdarah pada kehamilan. Pengobatan pada abortus imminens; Karena ada harapan bahwa kehamilan dapat berlangsung terus, pasien dianjurkan istirahat cukup, kemudian dapat diberikan sedativa (misalnya luminal, kodein, morphin), kemudian diberikan progesteron 10 mg sehari untuk terapi subtitusi dan untuk mengurangi kerentanan otot-otot rahim (misalnya gestanon). Istirahat rendah tidak usah melebihi 48 jam. Kalau telur masih baik, perdarahan dalam waktu ini akan berhenti. Kalau perdarahan tidak berhenti dalam waktu 48 jam maka kemungkinan besar terjadi abortus dan istirahat hanya menunda abortus tersebut. jika perdarahan berhenti, pasien harus menjaga diri jangan banyak bekerja dan coitus dilarang selama dua minggu. Jika perdarahan disebabkan oleh erosi, maka erosi diberikan nitras argenti 5 – 10% kalau sebabnya polip maka polip diputar sampai tangkainya terputus.
Selanjutnya kita perhatikan apakah janin masih hidup dengan menentukan apakah rahim terus membesar. Jika janin telah mati, maka rahim tidak membesar dan reaksi Galli Mainini menjadi negatif, tetapi baiknya dialkukan sekurang-kurangnya 2 kali berturut-turut .
Jika seorang ibu yang hamil muda mungkin juga disebabkan oleh hal-hal lain dari abortus misalnya plasenta sign (gejala plasenta) yaitu perdarahan dari pembuluh-pembuluh darah disekitar plasenta. Gejala ini selalu terdapat pada kera marcus rhesus yang hamil, atau juga bisa disebabkan oleh erosio portionis juga mudah berdarah pada kehamilan. Pengobatan pada abortus imminens; Karena ada harapan bahwa kehamilan dapat berlangsung terus, pasien dianjurkan istirahat cukup, kemudian dapat diberikan sedativa (misalnya luminal, kodein, morphin), kemudian diberikan progesteron 10 mg sehari untuk terapi subtitusi dan untuk mengurangi kerentanan otot-otot rahim (misalnya gestanon). Istirahat rendah tidak usah melebihi 48 jam. Kalau telur masih baik, perdarahan dalam waktu ini akan berhenti. Kalau perdarahan tidak berhenti dalam waktu 48 jam maka kemungkinan besar terjadi abortus dan istirahat hanya menunda abortus tersebut. jika perdarahan berhenti, pasien harus menjaga diri jangan banyak bekerja dan coitus dilarang selama dua minggu. Jika perdarahan disebabkan oleh erosi, maka erosi diberikan nitras argenti 5 – 10% kalau sebabnya polip maka polip diputar sampai tangkainya terputus.
Selanjutnya kita perhatikan apakah janin masih hidup dengan menentukan apakah rahim terus membesar. Jika janin telah mati, maka rahim tidak membesar dan reaksi Galli Mainini menjadi negatif, tetapi baiknya dialkukan sekurang-kurangnya 2 kali berturut-turut .
Abortus Incipiens (keguguran
berlangsung), yang artinya abortus ini sudah berlangsung dan tidak dapat
dicegah lagi. Tanda-tandanya adalah perdarahan banyak yang kadang-kadang keluar
gumpalan darah, nyeri karena kontraksi rahim yang kuat, akibat kontraksi rahim
terjadi pembukaan. Untuk mempercepat pengosongan rahim diberikan oksitosin
sebanyak 21/2 satuan tiap jam sebanyak 6 kali. Untuk mengurangi nyeri
karena his boleh diberi saditiva. Jika pitosin tidak berhasil, dapat dialukan
curettage asal pembukaan cukup besar.
Abortus incompletus (keguguran tidak
lengkap) yang artinya sebagian dari buah kehamilan telah dilahirkan tapi
sebagian biasanya jaringan plasenta masih teringgal didalam rahim. Gejala-gejalanya
yaitu setelah terjadi abortus dengan pengeluaran jaringan, perdarahan
berlangsung terus, serviks tetap terbuka karena masih ada benda didalam rahim
yang dianggap corpus allieum, maka uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan
mengadakan kontraksi. Tetapi kalau keadaan ini dibiarkan lama, serviks
akan mentutup kembali. Abortus incompletus harus segara dibersihkan
dengan curettage. Selama masih ada sisa-sisa plasenta akan terus terjadi
perdarahan.
Abortus completus (keguguran tidak
lengkap) yang artinya seluruh buah kehamilan telah dilahirkan dengan
lengkap. Kalau telur lahir dengan lengkap maka abortus disebut komplit.
Maka hendaknya pada abortus kita selalu periksa jaringan yang
dilahirkan. Pada abortus completus perdarahan segera berkurang
setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan
berhenti sama sekali, karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi
telah selesai. Serviks juga akan segera menutup kembali. Kalau 10 hari
setelah abortus masih ada perdarahan juga, maka abortus incompletus atau
endometritis post abortus harus dipikirkan.
Missed abortion (keguguran yang
tertunda) yang artinya keadaan dimana janin telah mati sebelum minggu ke
22, teapi tertahan di dalam rahim selama 2 bulan atau lebih setelah janin
mati. Gejala-gejalanya yaitu rahim tidak membesar, malahan
mengecil karena absorbsi air ketuban dan macerasi janin, buah dada mengecil
kembali, gejala-gejala lain yang penting tidak ada, hanya amenorhea berlangsung
terus, biasanya keadaan ini berakhir dengan keadaan abortus yang spontan
selambat-lambatnya enam minggu setelah janin mati. Kalau janin mati pada
kehamilan yang masih muda sekali maka janin lebih cepat dikeluarkan, sebaliknya
kalau kehamilan lebih lanjut retensi janin lebih lama. Kecenderungan untuk
menyelesaikan missed abortion lebih aktif karena adanya oksitosin dan
antibiotik. Segera setelah kematian janin dapat dipastikan, diberi pitosin
misalnya 10 satuan dalam 500 cc glukosa. Kalau tidak terjadi abortus dengan
pitosin infus ini, sekurang-kurangnya terjadi pembukaan yang memudahkan
curettage.
Abortus habitualis (keguguran yang
berulang-ulang)yang artinya aborts yang telah berulang berturut-turut biasanya
terjadi 3 kali berturut-turut. Sebab-sebab abortus habitualis dibagi dalam
2 golongan yaitu sel benih yang kurang baik (pada saat ini kita belum tahu
bagaimana mengobatinya) dan lingkungan yang tidak baik (hal-hal yang dapat
mempengaruhi lingkungan adalah dysfungsi glandula thyroidea “hypofungsi
kelenjar ini dapat diobati dengan pemberian thyreoid hormon”, kekurangan
hormon-hormon corpus luteum atau placenta “kekurangan hormon diatasi dengan
terapi substitusi misalnya sering diberi progesteron”, defisiensi makanan
seperti asam folin, kelainan anatomis dari uterus yang kadang-kadang dapat
dikoreksi secara operatif “uterus duplex”, cervix yang incompetent yaitu cervix
yang incompetent sudah membuka pada bulan empat ke atas sehingga akibatnya
ketuban mudah pecah dan terjadi abortus. Cervix dapat menjadi incompetent
setelah partio amputansi atau karena robekan cervix yang panjang. Abortus
karena cervix yang incompetent dapat dicegah dengan operasi Shirodkar atau Mac
Donald, hypertensia essentialis, golongan darah suami istri yang tidak cocok;
sistem ABO atau faktor Rh, toxoplasmose).
v Etiologi
Faktor-faktor penyebab keguguran sebagian besar tidak diketahui secara pasti tetapi terdapat beberapa faktor sebagai berikut :
Faktor-faktor penyebab keguguran sebagian besar tidak diketahui secara pasti tetapi terdapat beberapa faktor sebagai berikut :
- Kelainan
kromosom ; Kelainan yang sering ditemukan pada abortus spontan adalah
trisomi, poliploidi dan kemungkinan pula kelainan kromosom seks.
- Lingkungan kurang
sempurna ; Bila lingkungan di endometrium di sekitar tempat
implantasi kurang sempurna sehinggga pemberian zat-zat makanan pada hasil
konsepsi terganggu.
- Pengaruh dari
luar ; Radiasi, virus, obat-obatan, dan sebagainya dapat mempengaruhi
baik hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya dalam uterus. Pengaruh ini
umumnya dinamakan pengaruh teratogen. Zat teratogen yang lain misalnya
tembakau, alkohol, kafein, dan lainnya.
- Kelainan pada
plasenta ; Endarteritis dapat terjadi dalam vili koriales dan
menyebabkan oksigenisasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan
pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini biasa terjadi sejak kehamilan muda
misalnya karena hipertensi menahun.
- Penyakit
Ibu ; Berbagai penyakit ibu dapat menimbulkan abortus misalnya:
o Infeksi akut yang berat : pneumoni, typfus, dan lain-lain. dapat
menyebabkan abortus atau partus, praematurus. Janin dapat meninggal oleh
toxin-toxin atau karena penyembuan kuman-kuman sendiri. Akan tetapi keadaan ibu
yang toxis dapat menyebabkan abortus walaupun janin hidup.
o Kelainan endokrin, misalnya kekurangan progesteron atau disfungsi kelenjar
gondok.
o Trauma, misalnya laparotomi atau kecelakaan dapat menimbulkan abortus.
o Kelainan alat kandungan seperti hypoplasia uteri, tumor uterus, seviks
yang pendek, kelainan endometriu yang dapat menimbulkan abortus.
- Patologi : Kelainan
yang terpenting adalah prdarahan dalam desidua dan nekrose sekitarnya. Karena
perdarahan ini ovum terlepas sebagian atau seluruhnya dan berfungsi sebagai
benda asiing yang menimbulkan kontraksi. Kontraksi ini akhirnya mengeluarkan
isi rahim. Sebelum minggu ke 10 biasanya telur dikeluarkan dengan lengkap. Hal
ini disebabkan karena sebelum minggu ke 10 villi choralis belum menanamkan diri
dengan erat kedalam desidua, sehingga telur mudah terlepas keseluruhannya. Antara
minggu ke 10-12 chorion tumbuh cepat dan hubungan villi chorialis dengan
desidua makin erat., hingga mulai saat terrsebut sering sisa-sisa chorion
(plasenta) tertinggal terjadi abortus.
- Penyakit bapak, umur
lanjut, penyakit kronis seperti : TBC, anemi, dekompensasi, kordis, mainutrisi,
netritis, sufilis, keracunan, sinar rontgen dan avitaminosis.1
- Penyulit
Abortus ; Kebanyakan penyulit dari abortus disebabkan abortus
criminal’s walaupun dapat timbul juga pada abortus yang spontan. Perdarahan
yang hebat. Infeksi kadang-kadang sampai terjadi sepsis, infeksi dari tuba
dapat menimbulkan kemandulan. Renal failure (faal ginjal rusak) disebabkan
karena infeki dan shock. Pada pasien dengan abortus diurese selalu harus diperhatikan.
Pengobatan dengan pembatasan cairan dan pengobatan infeksi. Shock bakteriil
terjadi shock yang berat, rupa-rupanya oleh toksin-toksin. Pengobatannya adalah
dengan pemberian antibiotik, cairan, kortikosteroid dan heparin. Perforasi: ini
terjadi waktu curettage atau karena abortus Criminalis.
2. Imatur
Seperti telah di terangkan, lamanya kehamilan yang
normal adalah 280 hari atau 40 minggu di hitung dari hari pertama haid yang
terakhir. Kadang-kadang kehamilan berakhir sebelum waktunya dan ada
kalanya melebhi waktu yang normal. Kelainan lamanya kehamilan salah satunya
yaitu imatur, lamanya kehamilan imatur berkisar antara 22-28 minggu. Dan berat
anaknya sekitar 500-1000g.
v Patofisiologi
Menurut dr Botefilia SpOG, Spesialis Kebidanan dan
Kandungan Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta, ada beberapa faktor yang
menyebabkan kematian janin dalam kandungan, antara lain :
- Hipertensi atau tekanan darah tinggi.
- Preeklampsia dan eklampsia.
- Perdarahan
v Etiologi dan Faktor
Predisposisi
Adapun penyebabnya:
- Perdarahan antepartum seperti plasenta
previa dan solusio plasenta.
- pre eklamsi dan eklamsi.
- penyakit kelainan darah.
- penyakit infeksi menular
- penyakit saluran kencing.
- penyakit endokrin sperti DM dan
hipertiroid
- malnutrisi
Faktor predisposisi IUFD :
a. Factor ibu (High Risk Mothers):
- status social ekonomi yang rendah.
- tingkat pendidikan ibu yang rendah.
- umur ibu yang melebihi 30 tahun atau
kurang dari 20 tahun.
- paritas pertama atau paritas kelima atau
lebih
- tinggi dan BB ibu tidak proporsional.
- kehamilan di luar perkawinan.
- kehamilan tanpa pengawasan antenatal.
- ganggguan gizi dan anemia dalam
kehamilan.
- ibu dengan riwayat kehamilan /
persalinan sebelumnya tidak baik seperti bayi lahir mati.
- riwayat inkompatibilitas darah janin dan
ibu.
b. factor Bayi (High Risk Infants) ;
- bayi dengan infeksi antepartum dan
kelainan congenital.
- bayi dengan diagnosa IUGR (Intra Uterine
Growth Retardation).
- bayi dalam keluarga yang mempunyai
problema social.
c. factor yang berhubungan dengan kehamilan
:
- abrupsio plasenta.
- plasenta previa.
- preeklamsi / eklamsi.
- Polihidramnion.
- inkompatibilitas golongan darah.
- kehamilan lama.
- kehamilan ganda.
- Infeksi.
- Diabetes
v Penanganan Terapi
a. Selama menunggu diagnosa pasti, ibu akan
mengalami syok dan ketakutan memikirkan bahwa bayinya telah meninggal. Pada
tahap ini bidan berperan sebagai motivator untuk meningkatkan kesiapan mental
ibu dalam menerima segala kemungkinan yang ada.
b. Diagnosa pasti dapat ditegakkan dengan
berkolaborasi dengan dokter spesialis kebidanan melalui hasil USG dan rongen
foto abdomen, maka bidan seharusnya melakukan rujukan.
c. Menunggu persalinan spontan biasanya
aman, tetapi penelitian oleh Radestad et al (1996) memperlihatkan bahwa
dianjurkan untuk menginduksi sesegera mungkin setelah diagnosis kematian in
utero. Mereka menemukan hubungan kuat antara menunggu lebih dari 24 jam sebelum
permulaan persalinan dengan gejala kecemasan.
Maka sering dilakukan terminasi kehamilan :
1. Pengakhiran
kehamilan jika ukuran uterus tidak lebih dari 12 minggu kehamilan.
Persiapan: Keadaan memungkinkan yaitu Hb > 10 gr%, tekanan darah baik.
Dilakukan pemeriksaan laboratorium, yaitu : pemeriksaan trombosit, fibrinogen,
waktu pembekuan, waktu perdarahan, dan waktu protombin. Tindakan: Kuretasi
vakum Kuretase tajam Dilatasi dan kuretasi tajam .
2. Pengakhiran
kehamilan jika ukuran uterus lebih dari 12 minggu sampai 20 minggu.
Misoprostol 200mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah
pemberian pertama Pemasangan batang laminaria 12 jam sebelumnya.
Kombinasi pematangan batang laminaria dengan misoprostol atau pemberian tetes
oksitosin 10 IU dalam 500 cc dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai
maksimal 60 tetes per menit. Catatan: dilakukan kuretase bila masih terdapat
jaringan.
3. Pengakhiran
kehamilan jika lebih dari 20 – 28 minggu. Misoprostol 100 mg
intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama.
Pemasangan batang laminaria selama 12 jam. Pemberian tetes oksitosin 5 IU
dalam dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit.
Kombinasi cara pertama dan ketiga untuk janin hidup maupun janin mati.
Kombinasi cara kedua dan ketiga untuk janin mati. Catatan: dilakukakan
histerotomi bila upaya melairkan pervaginam dianggap tidak berhasil atau atas
indikasi ibu, dengan sepengetahuan konsulen.
4. Pengakhiran
kehamilan jika lebih dari 28 minggu kehamilan. Misoprostol 50 mg
intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama.
Pemasangan metrolisa 100 cc 12 jam sebelum induksi untuk pematangan serviks
(tidak efektif bila dilakukan pada KPD). Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam
dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes untuk primi dan
multigravida, 40 tetes untuk grande multigravida sebanyak 2 labu. Kombinasi
ketiga cara diatas. Catatan: dilakukan SC bila upaya melahirkan pervaginam
tidak berhasil, atau bila didapatkan indikasi ibu maupun janin untuk
menyelesaikan persalinan.
0 komentar:
Posting Komentar